Sabana sumbing via bowongso (Refaldy Naufal 1571504404)

GUNUNG SUMBING VIA BOWONGSO ASIK


Ajakan beberapa teman untuk mendaki gunung sumbing sepertinya harus saya iya-kan, puncak tertinggi kedua setelah Gunung Slamet menjadi magnet bagi saya untuk mengangkat kerir saya lagi. Sempat bingung awalnya karena memilih jalur mana yang akan saya pilih. Antara Bowongso atau Banaran? Keduanya bagiku sama sama epic sih setelah beberapa kali membaca dan menonton pendakian gunung sumbing di youtube. Sebenarnya ada beberapa jalur untuk menuju ke puncak sumbing, bisa melewati jalur garung, kaliangkrik, banaran, bowongso, sipetung dan cepit. Eits, tanpa mengurangi rasa hormat bukan berarti jalur lain tidak menarik ya hehe.

“Lur, bowongso kayaknya bagus nih sabananya kaya di rinjani lur!”
“sunsetnya juga kayanya boleh nih dicoba”

obrolan grup  whatsapp teman saya ketika sedang membahas jalur mana yang akan dipilih.



Kami berempat sepakat untuk memilih jalur Bowongso yang berada di Desa Bowongso, Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo. Menyusuri malam jalanan sepanjang Purwokerto – Wonosobo ketika sedang ramai-ramainya arus balik lebaran (18/06/2018). Menginap semalam di basecamp bowongso adalah rencana kami sebelum paginya memulai untuk trekking. Jalur sepanjang jalan raya utama menuju basecamp tergolong rusak dan minim penerangan. Namun ada yang lebih menarik dari Desa Bowongso, beberapa rumah dan pinggiran jalan dihiasi dengan lampu-lampu kerlap kerlip seperti sedang perayaan 17 agustus. Sedikit berbeda dengan desa yang memiliki cuaca yang dingin lainnya, masyarakat bowongso saling berbagi kehangatan di luar rumah ketika malam hari.

Setibanya di basecamp, kami disambut dengan hangat oleh beberapa warga serta pengurus basecamp. Terlihat motor terparkir rapi di depan Kantor Kepala Desa Bowongso. Sempat bingung karena tidak ada papan bertuliskan basecamp, ternyata antara Gedung Kantor Kepala Desa, Sekolah Dasar, dan Basecamp Bowongso ini menjadi satu gedung. Helm kami pun langsung dititipkan oleh pihak basecamp dan mencatat nama penitip helm tersebut. Tempat untuk transit semalam kami lumayan luas, bisa ditampung sekitar 30-40 pendaki dan disediakan pula tuh bagi yang lapar ada warung di dalam basecamp serta stop kontak yang lumayan banyak.
Menuju Pos 1  jalur sudah memasuki hutan lindung. Sepertinya kami salah jalur, karena kami dimanjakan dengan jalanan landai dan kanan kiri hanya ada perkebunan tembakau dan tidak ada tanjakan sama sekali. Beruntung ada sepasang pendaki yang kami temui di wadas gantung, dan kami memanggilnya kembali. Jangan sampai salah jalur, karena setelah gardu pandang terdapat 2 jalur akses yaitu menuju perkebunan dengan jalanan berbatu serta landai atau menuju ke jalur menuju pos 1 dengan jalur menanjak, karena tidak adanya papan petunjuk jadi harus lebih teliti lagi. Perjalanan dari parkiran swadas menuju pos 1 memakan waktu 1,5 jam.

Pos 1 – Pos 2
Setibanya di Pos 1 atau dinamakan Taman Asmara bisa sedikit untuk beristirahat dan meminum air mineral yang saya bawa disebalah kiri tas carrier. Entah kenapa dinamain taman asmara, padahal ya gak ada romantis romantisnya hehe. Masih ada beberapa tanaman tembakau yang ditanami diarea ini. juga terdapat gubuk sebagai tempat istirahat petani tembakau. Jalur semakin menanjak dengan rimbunnya pepohonan yang menutupi. Jadi, pohon gunung sumbing via bowongso ini lebih identik dengan lumut berwarna orange. Kabut semakin turun walaupun jam menunjukkan 13.15, beberapa pendaki yang turun dari kota Cilacap saling menyapa.
Pos 2 – Camp Gajahan
Total sudah 7 jam perjalanan dari basecamp ke Pos 2, akhirnya sabana hijau terbentang luas sudah mulai terlihat dari tempat kita berteduh dan memakan jajanan sisa lebaran kemarin. Beberapa tenda juga masih berdiri dan ada pula yang sedang bergegas turun.  Banyak yang sedang mengisi ulang air dengan botol mereka yang kosong karena terdapat sumber air walaupun sedikit dan kotor.
Advertisements
 Melihat beberapa berjalan menyusuri sabana, kami mantapkan untuk sampai di camp gajahan selagi stamina masih fit. Pos 2 atau disebut Pos Bogel dengan pohon tunggalnya menjadi camp favorit melepaskan lelah. Banyak diantara mereka yang mendirikan tenda di Pos 2 sedang memasak dan packing untuk turun. Sepanjang perjalanan menuju camp gajahan sedikit menanjak, dan memang sudah tidak ada lagi lahan untuk camp. Waktu menunjukkan pukul 16.00 sampailah kami di Camp Gajahan. Ada sekitar 7 tenda yang sudah berdiri, setidaknya jika camp disini waktu untuk perjalanan summit tidak terlalu lama.

Sembari menunggu sunset yang datang tepat berhadapan di tenda kami, masak adalah momen yang tepat. Kembali ke awal perjalanan tadi, lupa membawa tempe untuk menggoreng mendhoan. Alhasil bumbu mendhoan kami goreng mentah-mentah, dan ditambah sambal kecap sebagai perasa haha. Sindoro di ufuk utara juga terselimut awan dengan gagahnya. Sampai akhirnya sunset malu malu untuk menampakkan diri.
Camp Gajahan - Puncak
Pagi harinya sekitar jam 03.00 alarm HP yang sebelumnya sudah kami set up berbunyi. Semua orang terbangun, lampu sorotan headlamp orang yang sedang berjalan melewati tenda kami saling menyapa. Kembali menyalakan kompor stove untuk menghangatkan air dengan kopi sebagai perbekalan summit.


Sinar matahari mungkin adalah bonus bagi mereka yang telah sampai di puncak yang menyapa sunrise yang terhalang oleh puncak. Pagi itu sangat cerah, sambutan burung – burung menemani perjalanan. Gunung sindoro masih gagah menyapa di seberang. Terlihat juga tenda-tenda yang didirikan dari jalur garung dengan kemiringannya. Setelah kurang lebih setengah perjalanan, saya menoleh ke kanan dikejutkan dengan bebatuan besar yang dipenuhi aksi vandalism. Tidak menahunya para pendaki yang vandalism itu entah apa tujuannya. Eksistensi? Jadi diri? Keren? Tidak. Mencoret-coret nama kalian atau kota kalian di alam dengan berbangga diri bahwa kalian telah sampai di gunung sumbing bukankan itu norak? Sadarlah kawan.

Komentar

Postingan Populer